Thursday, July 08, 2010

Defensive Midfielder

Apa yang membedakan antara tim Inggris, Perancis, Portugal, & Italy yang gagal di babak awal piala dunia kali ini dengan tim Argentina, Jerman, Belanda, Brazil, dan Spanyol?
Salah satu jawabannya adalah kualitas defensive midfielder yang dimilikii oleh Argentina, Jerman, Belanda, Brazil, & Spanyol memang lebih baik. Sepakbola modern membutuhkan sistem pertahanan yang lebih kuat karena telah berkembang begitu pesatnya pola serangan, baik lewat sayap maupun lewat tengah.

Mengapa bukan kualitas strikernya? Mari kita bahas.

Defensive midfielder (DM) atau biasa disebut juga holding midfielder atau dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai gelandang bertahan, adalah pemain yang di dalam formasi mempunyai daerah bermain di tengah lapangan. Posisinya yang berada di antara bek dan striker, membuat peran DM disebut sebagai penghubung antara lini depan dan lini belakang, juga disebut sebagai second line pada saat penyerangan dan first line saat bertahan.

DM harus bisa memainkan peran menyerang maupun bertahan dengan baik. Karakteristik yang harus dipunyai seorang DM adalah fisik yang kuat karena harus mengcover lapangan lebih luas, skill untuk bermain bertahan dan menyerang sekaligus, kemampuan membaca serangan, & mempunyai visi bermain yang baik karena perannya yang biasanya menjadi titik awal dari skema menyerang, baik ketika harus memutar otak untuk membongkar pertahanan lawan maupun ketika akan melakukan serangan balik.
Jika peran bek yang utamanya adalah menjaga kotak penallti dan "menyapu bersih" bola lawan, maka DM perannya adalah pada pertahanan zona (meminimalisasi ruang), marking, dan mengamati pergerakan lawan.
Berbeda pula dengan para striker dan gelandang menyerang yang tugasnya adalah membongkar pertahanan lawan, tugas DM adalah menjadi pelapis ketika fase serangan gagal menembus pertahanan lawan dan memberikan perlindungan saat ada serangan balik.

DM, dalam pandangan saya, ada dua jenis. Jenis pertama adalah DM yang bertipe petarung, contohnya adalah Javier Mascherano (Argentina), Gilberto Silva & Felipe Melo (Brazil), Sami Khedira (Jerman), & Nigel de Jong (Belanda).
Jenis kedua adalah bertipe pengatur alur bola atau saya menyebutnya pemain jangkar atau disebut juga "Box-to-box" midfielder, contohnya adalah Xabi Alonso (Spanyol), Pattrick Viera (Perancis), Bastian Schweinsteiger (Jerman), & Van Bommel (Belanda).
DM jenis kedua sangat dibutuhkan oleh tim karena darinyalah serangan dimulai dan pertahanan dibangun. Argentina sebenarnya mempunyai DM jenis ini pada diri Esteban Cambiasso, akan tetapi tidak dibawa oleh Maradona.
Nah, kemanakah para pemain tengah yang lain? Gerrard, Lampard, Xavi, & Iniesta adalah Central midfielder (CM), sedangkan Sneijder, Ozil, Messi, CR, & Kaka adalah attacking midfielder (AM). Sering juga CM dan AM disebut sebagai playmaker karena memang bertanggungjawab penuh dalam membagi bola, mengatur skema penyerangan, dan menentukan tempo permainan.
DM memang tidak perlu berskill tinggi macam para AM atau mempunyai tembakan keras dan akurat macam striker, tetapi kemampuan membaca permainan, mempertahankan daerah, merebut bola, & membawa bola ke depan adalah yang paling utama.

Perkembangan formasi sepakbola dari 3-4-3 ke 4-4-2 dan sekarang ke 4-5-1 (atau bisa disebut juga 4-4-3), salah satunya adalah untuk mengakomodasi kebutuhan tim pada peran defensive midfielder yang handal.
Pada pola 4-4-2, permainan bertahan dilakukan oleh 4 bek, 1 gelandang bertahan, dan kedua sayapnya harus cepat-cepat turun untuk membantu pertahanan. Saat menyerang, maka kedua striker disupport oleh 1 gelandang serang di tengah dan kedua sayap, dengan umpan-umpan crossing dari sayap adalah nyawa dari serangan tim.
Akan tetapi, pola ini mengandung kelemahan dalam hal variasi serangan, dimana para bek biasanya sudah mempelajari dengan baik pola crossing yang memang relatif mudah untuk dibaca. Juga mengandung kelemahan dalam bertahan, dimana 1 gelandang bertahan sering kali tidak cukup untuk membendung serangan.

Oleh karena itu dikembangkanlah pola 4-5-1 (atau bisa disebut juga 4-3-3). Pola ini bisa berbentuk 4-2-3-1 atau 4-1-4-1. Pola 4-2-3-1 dipakai jika menginginkan keseimbangan bertahan dan menyerang yang baik, dimana akan ada 6 pemain yang cenderung bertahan dan 4 pemain cenderung menyerang. Pola ini dipakai oleh Jerman (Schweinsteger sebagai pemain jangkar dan Sami Khedira sebagai petarung), Spanyol (Xabi Alonso sebagai jangkar & Sergio Busquets sebagai petarung), dan Belanda (De Jong sebagai petarung & Van Bommel sebagai jangkar).
Pola yang sama juga dianut oleh Arsenal saat mencetak rekor tidak terkalahkan dalam satu musim dan 49 pertandingan, dengan 5 pemain tengahnya yaitu Gilberto Silva sebagai DM tipe petarung, Viera sebagai DM tipe jangkar, Pires & Ljungberg sebagai sayap, dan Bergkamp sebagai attacking midfielder sekaligus second striker.
MU juga menganut pola yang 4-2-3-1 dengan Carrick sebagai petarung, Fletcher sebagai jangkar, dan Anderson/Scholes sebagai playmaker. Hanya saja Scholes sudah mulai tua dan Anderson belum cukup mampu menggantikannya, tetapi MU cukup tertolong oleh penampilan Rooney yang benar-benar menjadi lumbung goal MU atau CR pada musim sebelumnya.
Sedangkan Chelsea, cukup berani memainkan dua striker murni karena mempunyai CM yang sangat baik dalam bertahan dan menyerah seperti pada Lampard, Ballack, Kalou, dan Malouda, juga mempunyai DM jangkar yang sangat tangguh pada diri Essien. Chelsea agak goyah ketika Essien cedera, tetapi dengan cepat bisa diatasi dengan memainkan Mikel sebagai pengganti dan menarik Anelka ke sayap.
Nah Liverpool, ternyata kehilangan Xabi Alonso dan lamanya cedera yang dialami Aquilani membuat mereka harus terlempar dari The Big Four karena tidak adanya pemain jangkar yang cukup baik.
Argentina dan Brazil juga memakai pola 4-2-3-1 tetapi kedua pemain DM-nya adalah tipe petarung, yaitu Mascherano dan Rodrigues di Argentina, serta Gilberto Silva & Melo di Brazil. Dengan tiadanya pemain jangkar yang membawa bola dari belakang ke depan, itu terlihat sekali bahwa ada missing link antara lini depan dan lini belakang pada tim Brazil dan Argentina jika dibandingkan dengan yang terjadi pada tim Jerman, Belanda, & Spanyol.

Pola 4-1-4-1 dipakai jika pelatih ingin permainan lebih menyerang. DM yang digunakan adalah satu yaitu yang bertipe jangkar, dengan dua buah AM dipasang atau dua striker dengan second striker agak ke tengah. Pola 4-1-4-1 ini dipakai oleh tim Inggris, Portugal, & Perancis. Juga dipakai oleh Spanyol, Jerman, dan Belanda saat gol belum juga didapatkan setelah permainan sudah cukup lama dijalankan. DM tipe jangkar pada pola 4-1-4-1 haruslah yang benar-benar fit dan berkualitas, harus bisa bertarung dan mendelivery bola ke depan dengan sama baiknya. Xabi Alonso, Schweinsteiger, Van Bommel, dan Tiago (Portugal) adalah beberapa DM jangkar yang fit dan berkualitas di piala dunia 2010. Oleh karena itu ketiga tim tersebut mempunyai keleluasaan untuk memainkan baik 4-2-3-1 maupun 4-1-4-1.

Kali ini saya akan menganalisis mengapa Inggris bisa kalah telak dari Jerman. Dari sudut pandang pentingnya pertahanan dalam sepakbola modern, bisa dikatakan bahwa Inggris memang tidak beruntung karena tidak memiliki kiper yang bagus dan DM yang fit. Gareth Barry adalah DM tipe jangkar yang bagus, hanya saja ia tidak fit, selain karena umur yang sudah mencapai 29, ia juga baru saja sembuh dari cedera yang lama. Capello memang memilih untuk memainkan Gerrard dan Lampard di tengah, hanya saja Gareth Barry yang kurang fit ini dimanfaatkan dengan baik tim Jerman. Seharusnya Inggris memainkan dua orang DM untuk menopang Gerrard dan Lampard yang sering dimainkan bersama, dimana harus memilih Gerrard atau Lampard untuk ditaruh di tengah dan satunya lagi di sayap.
Dari gol pertama yang dibuat oleh Klose, terlihat sekali bahwa Klose sukses besar memanfaatkan longgarnya pertahanan karena John Terry harus agak ke depan untuk mendukung Gareth Barry yang sendirian menjaga zona tengah. Gol kedua, ketiga, dan keempat, adalah karena tidak siapnya Inggris menghadapi serangan balik, dimana disinilah letak pentingnya DM yang fit karena DM akan mengamati pergerakan lawan & memutus aliran bola.
Mungkin akan berbeda hasilnya jika Inggris mempunyai DM seperti Xabi Alonso, Pattrick Vierra, Van Bommel, atau Schweinsteiger; masih muda, fit, dan berkualitas.

Pada pertandingan Brazil vs Belanda, di gol pertama yang dicetak oleh Robinho, itulah harga yang harus dibayar karena Nigel de Jong tidak main.

Pada pertandingan Belanda vs Uruguay, terlihat bahwa pola 4-4-2 yang diusung oleh Uruguay sangat rapuh menghadapi serangan yang begitu intens dari Belanda. Terutama karena Belanda banyak mengandalkan serangan dari tengah dan dari bola-bola bawah, memanfaatkan longgarnya lini tengah karena hanya ada satu orang DM disana.

Saat gol Puyol tadi malam, kamera langsung membidik kekecewaan yang begitu dalam pada Schweinsteiger & Khedira karena memang keduanya lah yang seharusnya memperhatikan betul pergerakan pemain macam Puyol yang tiba-tiba muncul dari belakang.

-2010 07 08-

***agak kacau nih strukturnya. bae lah.

No comments:

Post a Comment