Monday, October 11, 2010

Era VOC vs Era Kemerdekaan

Menurut saya, keadaan Indonesia sekarang relatif masih sama dengan kondisi jaman VOC. Sebab pokoknya ada tiga hal:

1. Ekonomi Indonesia masih bertumpu pada sektor komoditas (pertambangan, perkebunan, hasil hutan, gas, dan minyak). Persis seperti jaman VOC.

2. Timbulnya kebijakan pemerintah pada sektor pendidikan dan kesehatan yang tidak berpihak pada masyarakat kecil. Padahal kita tahu, bahwa syarat mutlak kemajuan negara adalah kualitas SDM.

3. Indonesia dulu diajajah oleh VOC dengan cara merangkul para penguasa lokal untuk bisa menguasai dan memonopoli sumber-sumber ekonomi, serta kemudian memberikan upah kepada para penguasa lokal ini atas jasanya. Artinya adalah, perkawinan antara pengusaha dan penguasa sudah terjadi sejak jaman VOC hingga saat ini. Dan harap diingat pula, bahwa VOC bangkrut karena korupsi, dimana korupsi di jaman sekarang juga tidak kalah canggih. Mari kita lihat konteks Freeport di Papua dan Exxon di Blok Cepu, tampaknya VOC telah digantikan oleh MNC. Hampir tidak ada keberpihakan kepada industri lokal untuk bisa berkembang dan bersaing dengan industri asing.


Beberapa waktu yang lalu, ada tulisan dari Gita Wiryawan, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, yang sangat "berpihak" kepada kekuatan asing, yaitu yang penting rakyat sejahtera tidak perlu peduli darimana datangnya kesejahteraan tersebut (entah dari keringat sendiri ataupun dikasih sama bule). Mengingat jabatan yang diembannya, bisa disimpulkan secara kasar bahwa tulisan tesebut mencerminkan kebijakan presiden saat ini. Tulisan bisa dilihat di: http://cetak.kompas.com/read/2010/10/07/04310355/nasionalisme.ekonomi.



Hari ini ada dua tulisan, di media yang sama, yang kontra terhadap pendapat Gita Wiryawan tersebut. Yaitu: http://cetak.kompas.com/read/2010/10/11/03361975/kesejahteraan.yang.berdaulat dan http://cetak.kompas.com/read/2010/10/11/03460669/nasionalisme.ekonomi.vs.rendemen.modal.



Tambahan:


1. Masyarakat Indonesia saat ini belum pintar-pintar amat. Toh buktinya pemilu saat ini masih berkutat pada pencitraan agar bisa menang. Kalau masyarakat sudah pintar, maka pencitraan tidak akan berguna, yaitu karena masyarakat lebih mengutamakan ideologi dan program kerja.

2. Masyarakat Indonesia pun tidak terlalu bebas juga, masih ada kasus Pritta & Bibit-Chandra dikriminalkan. Lagipula, kebebasan berpendapat tidak ada artinya jika pemerintah tidak mau mendengarkan. Atau mungkin hanya mau mendengarkan Bos Besar yang berkantor di White House.


Happy monday!

No comments:

Post a Comment