Monday, March 09, 2015

Kolaborasi

Pemberantasan korupsi selama ini gagal karena KPK bertindak sendirian, seperti jagoan tunggal di film-film laga. Secara kebetulan masyarakat kita juga terbuai dengan "keberhasilan" semu karena diperlihatkan tontonan KPK bisa menangkap si ini dan si itu. Padahal, jumlah dan skala kasus yang diperiksa cuma segelintir. Pun tidak jarang kasus-kasus tersebut pesanan dari penguasa atau kelompok tertentu untuk membungkam lawan politiknya.
Jangkauan tangan KPK sebenarnya sangat kecil. Akibatnya KPK pilih-pilih, hanya bisa memproses kasus-kasus tertentu. Begitu banyaknya korupsi yang dilakukan secara terang-terangan, seperti di DKI Jakarta, memperlihatkan bahwa para koruptor tidak takut KPK. Sehingga, di kalangan para maling uang negara, berlaku pameo: hanya mereka yang lagi apes yang ketangkep KPK.
Akhirnya, didukung oleh media dan orang-orang yang mengklaim kelompok anti-korupsi, pihak penguasa menjadikan KPK sebagai panggung sandiwara pemberantasan korupsi. KPK pun dipakai untuk "membonsai" upaya pemberantasan korupsi: tampak indah, tapi sebenarnya cuma pohon hiasan yang tidak punya akar yang kuat dan dahan-dahan yang kokoh. KPK juga seperti morfin: rasa sakit memang berkurang, tapi penyakitnya makin parah.
Sementara itu, dalam hal pemberantasan korupsi, Polri & Kejaksaan seperti raksasa yang tertidur. Lihatlah, Polri & Kejaksaan punya jari-jemari yang menjangkau hingga ke pelosok negeri. Para koruptor baru akan benar-benar takut kalau KPK bisa bersinergi dengan Polri & Kejaksaan.
Kewenangan Polri & Kejaksaan pun lebih luas dibandingkan KPK yang terbatas untuk jenis pidana dan jabatan tertentu. Pada kasus penyelundupan anggaran, misalnya, KPK tidak bisa menangani jika tidak ada suap atau kerugian negara. Sementara itu, walaupun anggaran belum dibelanjakan (sehingga tidak ada kerugian negara) dan seandainya tidak ada indikasi suap, Polri bisa memproses penyelundupan tersebut menggunakan pasal pidana.
Tapi, tentu upaya kolaborasi KPK, Polri, dan Kejaksaan tidak mudah. Ada berbagai persoalan di antara ketiga institusi tersebut yang harus dijembatani. Sekarang juga ada pihak-pihak yang sedang mati-matian menjegal upaya kolaborasi ini, baik melalui jalur politik, media, dan socmed.
Beware.

*** ini adalah status fesbuk saya 3 Maret yang lalu.

No comments:

Post a Comment